Pro Kontra hukuman
mati menuntut kita mempertimbangkan kembali pelaksanaan putusan tersebut. Dalam
KUHP, pidana mati merupakan salah satu pidana pokok dan yang di luar KUHP
merupakan sebagai ancaman pidana terberat. Pada saat ini hukuman mati masih di
terapkan di Indonesia, memang benar pidana hukuman mati memberikan efek jera kepada
tersangkanya dan juga kepada orang lain. Tetapi hukuman mati ini juga
memberikan tekanan pisikologis yang amat berat di rasakan oleh Tersangka, karna
fakta di lapangan Kasus terpidana mati di Era Orde Baru (1982-1997) ada 34
kasus dan kasus terpidana mati di Era Reformasi (1998-2009) ada 119 Kasus yang
nama-nama terpidana mati itu saya tidak dapat menyebutkan namanya satu persatu
hanya bersumber dari Buku (AKU MENOLAK
HUKUMAN MATI) Penulis YON ARTIONO ARBA’I.
Dari beberapa
Jumlah kasus di atas dapat simpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan putusan
hukuman mati yang telah di jatuhkan oleh Hakim kepada terdakwa selalu tertunda
pelaksanaannya hingga 30 tahun lamanya.
Tersangka yang harus menunggu kepastian kapankah dirinya di eksekusi
mati harus menunggu lama di penjara dan di bayan-bayangi rasa tekanan batin.
Menurut Guru Besar Kriminologi UI, Tb. Ronny R.
Nitibaskara. Penjatuhan Hukuman Mati dapat di terapkan secara bersyarat,
artinya bahwa terpidana mati selama
dalam masa tahanannya dapat di pantau selama 10 tahun, apabila ia
menunjukkan kelakuan dan sifat yang baik dapat saja hukuman mati menjadi
hukuman seumur hidup. Sayangnya, Di Indonesia belum mengenal hukuman mati
bersyarat tersebut.
Kesimpulan
Dari pernyataan
pendapat Guru Besar Kriminologi tersebut, dapat saya simpulkan semua orang
memiliki Hak untuk hidup (HAK ASASI MANUSIA) termasuk tersangka hukuman mati,
Dan semua orang berhak memperbaiki hidupnya untuk bersiap menghadapi kehidupan selanjutnya
yaitu Akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar